Pandemi Menguji Ketahanan Pangan

Oleh: Amiruddin, S.TP

Mantan Ketua PD KAMMI Mataram 2017-2018

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) resmi mengumumkan Corona Virus Disease 2019 (covid-19) telah menjadi pendemi karena semakin meluas penyebaran penyakit keseluruh penjuru dunia tak terkecuali Indonesia. Dampak dari wabah ini merusak berbagai tatanan mulai dari sosial, kesehatan dan ekonomi.

Selain isu kesehatan, pangan menjadi salah satu persoalan utama. Ketahanan pangan harus menjadi prioritas utama selain kesehatan publik ketika pandemi melanda. Pemerintah harus menampakan atensi yang besar terhadap ketahanan pangan di tengah masa krisis yang diproyeksikan masih akan panjang. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pilihan kebijakan yang mengharuskan ketersedian pangan dalam jumlah besar, yang ujungnya dapat menggangu pasokan atau cadangan pangan. Konsekuensi dari penerapan PSBB adalah pemenuhan kebutuhan dasar penduduk, atau adanya jaminan ketersediaan kebutuhan pokok bagi masyarakat selama PSBB berlangsung.

Organisasi pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) telah memberikan bel alarm yang keras dan jelas bahwa pandemi covid-19 bisa menyebabkan krisis pangan dunia. kondisi global seperti ini memaksa negara produsen bahan pangan akan mempersempit laju kran ekspor komoditas bahan pangan tertentu untuk mengamankan dan menjamin ketersediaan pangan dalam negerinya mencukupi. Pandemi covid-19 menguji dan mengevaluasi kemandirian pangan dalam negeri, karena sejatinya kemandirian pangan menciptakan daya tahan yang tinggi terhadap dinamika ekonomi dunia.

Situasi diperparah karena pemerintah belum memprioritaskan sektor pangan sebagai bagian penting dari penanganan dampak wabah covid-19, padahal selain krisis kesehatan publik, ancaman kelaparan juga mengintai. Penanggulangan covid-19 Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp. 405,1 triliun dengan pembagiannya untuk kesehatan 75 Triliun, Jaring Pengaman Sosial (JPS) 110 Triliun, dukungan bagi industri Rp. 70,1 Triliun dan program pemulihan ekonomi Rp 150 Triliun.

Pertanyaan dasar dan prinsipil adalah dimana masuknya penguatan ketahanan pangan?, bahkan faktanya terjadi pemotongan anggaran kementerian pertanian dari Rp 21 triliun menjadi Rp 14 triliun. Artinya ada pemotogan anggaran sebesar 7 Triliun. Ironi!!!

Swasembada pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan hingga kedaulatan pangan bukanlah keajaiban tetapi hasil kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, kerja jelas dan kerja ikhlas. Amanat UU nomor 18 tahun 2012 tentang pangan akan menjadi paradoks selama pangan belum mandiri (food independence) keamanan pangan (food security) belum baik dan ketersediaan pangan (food availability) masih krisis.
Sekian. (PL02)

Leave a Reply